Maritime Labour Convention, 2006 (Konvensi tentang Pekerja Maritim 2006) yang dikenal secara luas sebagai MLC 2006.
International Labour Organization (ILO) menyadari bahwa pelaut adalah pekerja yang memiliki karakter dan sifat pekerjaan yang berbeda dengan industri sektor lain. ILO juga menyadari bahwa sesuai dengan survey yang dilakukan berbagai organisasi, transportasi barang dari satu tempat ke tempat yang lain, dari satu negara ke negara yang lain 90% dilakukan dengan menggunakan transportasi laut. Bahwa saat ini lebih dari 1,2 triliun pelaut bekerja untuk mengantarkan barang-barang tersebut melalui kapal-kapal dimana mereka bekerja. Oleh karena itu tidak hentinya para anggota ILO membahas bagaimana meningkatkan kesejahteraan pelaut melalui ketentuan-ketentuan yang dapat diterima secara mendunia.
MLC 2006 ini adalah instrument hukum yang dibuat oleh Organisasi Pekerja Internasional (International Labour Organization – ILO) yang di adopsi pada bulan Februari 2006 di Jenewa, Swiss. Sesuai dengan kebiasaan internasional, sebuah konvensi multilateral tidak dapat diberlakukan seketika, menunggu sampai sejumlah anggota meratifikasi konvensi tersebut.
Sesuai dengan salah satu artikel pada MLC 2006, konvensi ini baru bisa diberlakukan (come into force) satu tahun setelah 30 negara anggota atau sejumlah negara yang mewakili 33% gross tonnage armada internasional telah meratifikasinya.
Pada tanggal 20 Agustus 2012 persyaratan tersebut telah terpenuhi setelah Rusia dan Philippines meratifikasi konvensi tersebut. Sehingga MLC 2006 dapat diberlakukan mulai tanggal 20 Agustus 2013. Negara yang telah meratifikasi tersebut yaitu: Croatia, Bulgaria , Canada, Saint Vincent and the Grenadines, Switzerland, Benin, Singapore, Denmark, Antigua and Barbuda, Latvia, Luxembourg, Kiribati, Netherlands, Australia, St Kitts and Nevis, Tuvalu, Togo, Poland, Palau, Sweden, Cyprus, Russian Federation, Philippines.
Menyusul kemudian negara2 Eropa lain yaitu:
1. Finlandia (9 Januari 2013),
2. Malta (22 Januari 2013),
3. Yunani (8 Februari 2013) dan
4. Perancis (28 Februari 2013).
Pada konferensi diplomatik saat di adopsinya MLC 2006, mantan Sekjen IMO H.E. E.E. Metropoulos (yang saat itu masih menjadi Sekjen IMO), sempat memberikan tanggapan terhadap MLC 2006 ini sebagai pilar yang ke 4 di sektor maritim, melengkapi 3 pilar utama instrumen hukum IMO yang telah ada sebelumnya yaitu: SOLAS 1974, MARPOL 1973/78 dan STCW 1978. E.E. Metropoulos dalam sambutannya menyampaikan bahwa upaya meningkatkan keselamatan maritim, keamanan maritim dan pencegahan pencemaran lingkungan maritim, IMO telah membuat instrumen yang cukup ketat (stringent) melalui 3 instrumen yaitu SOLAS, MARPOL dan STCW tersebut. Namun mengingat IMO tidak memiliki kapasitas untuk membuat instrumen hukum yang komprehensive tntang perlindungan terhadap para pelaut, maka sudah tepat apabila ILO membuat MLC 2006 ini sebagai instrumen hukum internasional. Diterimanya MLC 2006 tersebut juga menjadi inspirator disahkannya tema Hari Maritim Sedunia (World Maritime Day) pada sidang Dewan IMO tahun 2009 bahwa pada tahun 2010 dicanangkan sebagai Tahun untuk Pelaut (Year of Seafarers).
Pernyataan mantan Sekjen IMO tersebut mendapat penghargaan yang tinggi di kalangan negara anggota ILO, sebagaimana pernah diungkap kembali oleh delegasi ILO yang mengikuti sidang MSC IMO tahun 2010 Miss
Untuk mengetahui lebih jauh tentang MLC 2006 serta rencana pemberlakuannya, dapat dilihat pada www.ilo.org/mlc.
Keuntungan apakah yang didapat dengan pemberlakan MLC 2006 nanti?
Sebenarnya ILO sebelumnya telah membuat dan memberlakukan berbagai konvensi untuk melindungi para pelaut seperti ILO 147, ILO 185 dan yang lainnya. MLC 2006 ini sebenarnya adalah merupakan rangkuman dari konvensi-konvensi ILO sebelumnya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan pekerja di sektor maritim (Pelaut).
Apabila MLC 2006 ini diberlakukan, beberapa hak para pelaut akan dapat terpenuhi yaitu:
· Tempat kerja yang aman (safe and secure) sesuai dengan standar keselamatan yang layak;
· Syarat perjanjian kerja yang wajar (fair terms of employment);
· Kerja dan kondisi tempat kerja dikapal yang layak; dan
· Perlindungan kerja, perawatan kesehatan, kesejahteraan dan bentuk lainnya terhadap perlindungan social (Health protection, medical care, welfare measures and other forms of social protection).
Bagaimana pengaruhnya terhadap industri maritim secara luas?
Sebagaimana kita ketahui bahwa industri maritim belakangan ini mengalami kelesuan dengan kondisi ekonomi dunia secara umum. Industri maritim secara umum tentunya akan terpengaruh dengan rencana pemberlakuan MLC 2006 ini, terutama industri pembuatan kapal dan perusahaan pelayaran (operator kapal). Hal ini disebabkan karena apabila kita cermati pasal demi pasal pada MLC 2006, persyaratan untuk konstruksi kapal, yaitu tentang ukuran akomodasi awak kapal serta pengawakan, khususnya tuntutan kesejahteraan bagi awak kapal, cukup menjadi beban yang berat bagi perusahaan pelayaran. Oleh karena itu pada saat ini asosiasi-asosiasi pemilik dan operator kapal berupaya untuk menunda pemberlakuan MLC 2006 ini. Apabila dipaksakan diberlakukan, dikhawatirkan industri maritim yang saat ini sedang berjuang untuk hidup semakin berat.
Sejak di adopsi nya MLC 2006, pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan Kementerian Tenaga Kerja telah berupaya merespon dan melakukan pengkajian-pengkajian terhadap dampak pemberlakuan MLC 2006. Setahu penulis, sudah banyak pegawai di jajaran Direktorat Perkapalan dan Kepelautan (Ditkappel), Ditjen Hubla telah dikirim ke luar negeri intuk mempelajari lebih dalam tentang MLC 2006 dan bagaimana pemberlakuannya nanti. Secara nasional, perangkat hukum nasional seperti Peraturan Pemerintah nomor PP 7 tahun 2000 tentang Kepelautan, juga telah direvisi dan disesuaikan dengan tuntutan yang ada pada MLC 2006
Sebagai negara yang memiliki tenaga pelaut terbesar ke 3 (atau ke 4?) sedunia, pemerintah Indonesia perlu memikirkan secara serius untuk meratifikasi konvensi ini secepatnya, kalau tidak ingin para pelaut kita nantinya terlantar setelah MLC 2006 diberlakukan. Namun demikian, apabila meratifikasi, pemerintah Indonesia juga harus menyiapkan perangkat hukum nasional yang tepat untuk pelaksanaannya (implementasi). Selain itu, perlu memikirkan juga kondisi industri maritim nasional, khususnya perusahaan pelayaran nasional. Mampukah mereka memenuhi ketentuan-ketentuan yang harus menjadi tanggung jawabnya, mulai dari penyediaan akomodasi awak kapal, penggajian pelaut, kesejahteraan dan kesehatan para pelaut serta kesejahteraan keluarga pelaut?
Kesimpulan
Secara umum, MLC 2006 ini adalah sebagai"Seafarers' Bill of Rights", yaitu merupakan "tiket" bagi para pelaut untuk menuntut haknya sebagai pekerja, yang memiliki karakter berbeda dengan pekerja di sektor industri yang lain. Mengingat pentingnya MLC 2006 bagi kesejahteraan para pelaut, khususnya pelaut Indonesia, maka melalui tulisan ini, saya ingin mengingatkan kepada pemerintah Indonesia untuk melakukan percepatan proses ratifikasi terhadap konvensi ini agar para pelaut Indonesia serta perusahaan pelayaran nasional yang kapalnya pergi keluar negeri tidak mengalami masalah apabila konvensi ini nanti diberlakukan.